KAJIAN LANSKAP REGIONAL TATA KELOLA KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM OLEH MASYARAKAT ADAT DAN KOMUNITAS LOKAL

DISKUSI EKOSISTEM GEOSPASIAL #3
April 4, 2024

Iwan Gunawan, I Kadek Yoga Dwi Putra, Inanditya Widiana Putri

Departemen Geografi FMIPA UI

Kajian Singkat Peran Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (MAKL)

Keanekaragaman hayati adalah fondasi bagi keberlanjutan ekosistem global yang memberikan manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi. Namun, degradasi lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam yang tak terkendali terus mengancam keberlanjutan keanekaragaman hayati global, termasuk yang berada di wilayah kelola Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (MAKL). MAKL berperan besar sebagai penjaga ekosistem yang diyakini mengelola hampir 80% dari keanekaragaman hayati dunia. Meski begitu, mereka kerap menghadapi tantangan seperti hak tenurial yang lemah, keterbatasan akses terhadap dukungan teknis, serta kurangnya pengakuan atas pengetahuan lokal yang mereka miliki.Sebuah kajian baru yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Geografi Terapan Universitas Indonesia (PPGT-UI) menyoroti peran MAKL dalam pengelolaan sumber daya alam dan konservasi di Indonesia. Studi yang berfokus pada tiga komunitas Dayak Ngaju di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan masyarakat Adat Dalem Tamblingan di Bali ini, menggambarkan bagaimana sistem tata kelola adat serta pengetahuan lokal mereka berkontribusi secara signifikan dalam menjaga keberlanjutan keanekaragaman hayati. Pendekatan ini memberi contoh konkret dari solusi

Sistem irigasi subak yang diakui UNESCO, dan berbasis pada filosofi Piagam Gama Tirta, turut dijalankan secara harmonis oleh masyarakat ini dengan melibatkan pemimpin spiritual setempat yang menjaga praktik-praktik adat.

Studi ini juga mengidentifikasi tantangan utama yang dihadapi MAKL, yaitu lemahnya hak tenurial atas wilayah adat dan terbatasnya akses terhadap pendanaan. Dalam beberapa dekade terakhir, perluasan konsesi lahan untuk perkebunan, tambang, dan infrastruktur sering kali mengorbankan wilayah adat. Meski beberapa komunitas MAKL di Indonesia telah menerima pengakuan legal, dukungan teknis dan finansial tetap menjadi kendala besar. Di Kalimantan Tengah, status tenurial yang masih terfragmentasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 (kiri), menghambat fungsi lembaga adat Dayak Ngaju, yang berusaha mempertahankan ekosistem hutan mereka yang kaya akan keanekaragaman hayati. Gambar 3 (kanan) memperlihatkan Alas Merta Jati, yang dulunya merupakan hutan konservasi, kini telah menjadi Taman Wisata Alam, memungkinkan akses publik ke area yang sebelumnya terbatas. Tumpang tindih antara Alas Merta Jati, Taman Wisata Alam, dan Cagar Alam Batukahu telah menimbulkan konflik terkait penggunaan lahan dan prioritas konservasi, mencerminkan tantangan dalam menyeimbangkan perlindungan ekologi dengan pengembangan pariwisata berkelanjutan di kawasan tersebut. Hal ini menyoroti kebutuhan akan penguatan kapasitas MAKL untuk beradaptasi dan bertahan di tengah tantangan yang kompleks.untuk menjawab kebutuhan pembiayaan yang sesuai dengan nilai-nilai budaya MAKL, Nusantara Fund (Dana Nusantara) telah dikembangkan oleh organisasi masyarakat sipil seperti AMAN, WALHI dan KPA. Dana ini menyediakan model pendanaan fleksibel berbasis solidaritas, yang menghargai otonomi MAKL tanpa harus menyeret mereka ke dalam kerumitan mekanisme dan pelaporan pendanaan global, namun tetap mengedepankan kemanfaatan dan akuntabilitas. Dana Nusantara mendukung inisiatif seperti pemetaan wilayah adat, hak tenurial, dan kegiatan konservasi berbasis alam yang bertujuan untuk menjaga ekosistem yang mereka kelola.

Diskusi Lintas-Disiplin PPGT-FMIPA

Conference of Parties (CoP) of Convention on Biological Diversity (CBD) ke-16 di Kolombia pada tanggal 21 Oktober hingga 1 November 2024 memberi momentum bagi Indonesia untuk memperkuat komitmen dalam konservasi keanekaragaman hayati. Salah satu isu penting yang diangkat adalah pengembangan pasar kredit keanekaragaman hayati sebagai mekanisme pembiayaan konservasi. Namun, implementasi pasar ini menghadirkan tantangan baru bagi MAKL, terutama dalam memastikan agar hak-hak mereka tidak terpinggirkan oleh instrumen pasar yang dapat merugikan otonomi lokal mereka. Dalam hal ini, penting bagi pemerintah untuk memastikan keterlibatan penuh MAKL dalam skema tersebut, dengan menghormati pengetahuan dan praktik adat mereka sebagai bagian integral dari solusi konservasi.

Diskusi Lintas-Disiplin yang diadakan pada 31 Oktober 2024 dan dibuka oleh Profesor Tito Indra Latif, Wakil Dekan FMIPA, telah membahas lebih dalam terkait hasil riset ini. Pemaparan materi diawali oleh Dr. Iwan Gunawan, selaku Ketua Tim Riset PPGT, yang dilanjutkan dengan tanggapan dari sudut pandang ekologi politik yang disajikan oleh Dr. Hafid Setiadi, M.T., lalu dilanjutkan dari perspektif konservasi keanekaragaman hayati yang dijelaskan oleh Dr. Mochamad Indrawan, hingga dari segi sosial budaya oleh Dr. Taqyuddin, S.Si., M.Hum. Selain para penanggap, peserta juga ikut berkontribusi dalam diskusi dengan menyampaikan pandangan-pandangan dari segi keilmuannya masing-masing. Diskusi ini menghasilkan berbagai rekomendasi yang memperkuat peran ilmu pengetahuan dalam mendukung tata kelola adat dan pemetaan berbasis komunitas, yang berkontribusi pada pendataan dan dokumentasi praktik konservasi yang dijalankan oleh MAKL.

MAKL di Indonesia berperan penting dalam mempertahankan keanekaragaman hayati melalui praktik berkelanjutan, namun masih menghadapi tantangan dalam mendapatkan pengakuan tenurial dan akses terhadap dukungan teknis serta pembiayaan yang sesuai dengan nilai budaya mereka. Ilmu pengetahuan alam yang dipelajari di Universitas Indonesia, seperti Geografi, Biologi dan Ilmu-ilmu Kebumian dapat mendukung MAKL dalam melakukan pendekatan partisipatif dalam inventarisasi dan pemantauan keaneka ragaman hayati (termasuk aset-aset genetika) di wilayahnya. Demikian pula ilmu-ilmu sosial seperti Antropologi, Sosiologi bahkan Arekologi dapat membantu perekaman dan penyajian secara sistematis dan ilmiah tentang keberadaan dan berfungsinya tatanan sosial di kalangan MAKL. Selanjutnya ilmu-ilmu ekonomi dan tata kelola dan kebijakan publik (public governance and policy) dapat menganalisa pilihan-pilihan mekanisme pembiayaan, kelembagaan dan perlindungan terhadap keberadaan dan kepentingan MAKL. Dengan melibatkan MAKL dalam kebijakan nasional dan internasional serta memberikan akses ke skema pembiayaan yang mendukung tata kelola mereka, Indonesia dapat memperkuat upaya konservasi sekaligus mendukung kesejahteraan MAKL.